Penerapan SJH Mendatangkan Laba Bagi Usaha Kecil Menengah

Akhir-akhir ini masyarakat cukup diresahkan dengan isu beredarnya pangan haram baik berupa olahan maupun turunan dari bahan haram. Hal ini cukup menjadi perhatian besar bagi umat muslim yang telah disyariatkan untuk tidak mengkonsumsi makanan haram. Islam mensyriatkan untuk tidak mengkonsumsi makanan haram tentunya dengan alasan yang jelas. Misalnya dalam pengharaman babi dikarenakan babi hidup di lingkungan kotor dan jorok dan terkadang memakan kotorannya sendiri dan dalam daging babi apabila dikonsumsi oleh manusia akan mengendapkan cacing pita dalam saluran cerna yang dapat membahayakan bagi saluran cerna itu sendiri.
Dalam penanggulangan masalah tersebut berdirilah beberapa unit usaha kecil menengah yang menawarkan produk halal dalam pasaran. Untuk menyertakan label halal perlu dilakukan sertifikasi halal oleh MUI, hal ini dimaksudkan untuk menjamin kehalalan produk khususnya makanan dari proses penerimaan bahan pangan, pengolahan, penyimpanan sehingga distribusi. Bahan makanan halal tentunya akan diragukan kehalalannya apabila diolah di satu tempat dengan bahan makanan haram atau disimpan dalan satu wadah dengan bahan makanan haram. Oleh karena itu diperlukan sertifikasi halal MUI untuk menjamin mutu kehalalan pangan, dimana MUI telah memiliki standar kehalalan yang tentunya menurut syariat Islam. Stake holder dalam sertifikasi kehalalan antara lain ; manajemen perusahaan, auditor halal internal, LPPOM MUI dan komisi fatwa MUI.
Dalam sertifikasi kehalalan MUI diikuti dengan proses SJH (Sistem Jaminan Halal), dalam SJH terkandung beberapa komponen seperti ; kebijakan halal, panduan halal, organisasi manajemen halal, SOP, acuan teknis, system administrasi, system dokumentasi, pelatihan, komunikasi internal dan internal, audit internal, tindakan perbaikan, dan kaji ulang manajemen. Dalam pengoperasian SJh terdapat beberapa prinsip yang harus ditegakkan antara lain ; maqoshidu syari’ah,  jujur, kepercayaan dalam penyusunan SJH sesua konsisi nyata perusahaannya, sistematis dalam mengarsipkan pelaksanaannya dilingkungan perusahaan, disosialisasikan, melibatkan key person, komitmen manajemen, pelimpahan wewenang, dapat ditelusuri, absolute, dan spesifik.
Penerapan SJH dapat dilakukan di berbagai industri seperti industri pangan, obat, kosmetik baik dalam skala besar maupun kecil serta memungkinkan untuk industri berbasis jasa seperti importir, distributor, transportasi, dan retailer. Tujuan penyusunan dan penerapan SJH di perusahaan adalah untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal, sehingga produk yang dihasilkan dapat selalu dijamin kehalalannya sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.

Pihak pengelola usaha kecil menengah tentunya akan memperoleh keunggulan sendiri terhadap produknya dengan menerapkan SJH serta berserftifikasi halal. Konsumen akan lebih tertarik untuk mengkonsumsi atau menggunakan produk dengan SJH dan sertifikat halal terutama kaum muslim, beberapa umat non-muslim juga merasa lebih aman dan nyaman menggunakan produk halal. Sehingga beberapa konsumen dari industri atau pabrik yang belum terjamin kehalalannya kana beralih ke unit usaha kecil menengah yang telah menerapkan SJH dan bersertifikat halal ini. Hal ini dapat meningkatkan produksi dari usaha kecil menengah sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari usaha yang berbasis halal ini. Langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan pihak pengelola usaha kecil menengah adalah konsistensi kehalalan produkuntuk menjaga kepercayaan konsumen.

Sumber : LPPOM MUI, 2008, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM-MUI, bisa di download disini


Comments

Popular Posts